Haid merupakan siklus alami yang terjadi pada setiap perempuan sebagai bagian dari proses reproduksi bulanan.Haid ini merupakan proses fisiologis alami yang dialami oleh wanita dan siklusnya dipengaruhi oleh hormon estrogen, progesteron, FSH, LH dan GnRH. Karena proses ini dipengaruhi oleh hormon, maka akan terjadi perubahan pada tubuh wanita seperti perubahan suasana hati, nyeri punggung, sakit kepala, serta payudara terasa kencang dan gangguan saat terjadinya haid seperti kram perut. Nyeri haid yang dialami wanita bisa berbeda-beda tingkatannya, ada yang biasa saja hingga merasakan nyeri yang parah hingga harus dilarikan ke IGD.
Oleh karena haid adalah proses fisiologis alami yang dialami oleh hampir seluruh wanita dan menimbulkan rasa sakit yang tingkatannya berbeda-beda, maka dari itu, perempuan yang merasakan sakit yang sangat pada hari pertama haidnya memiliki hak untuk tidak bekerja. Hal ini diatur dalam Pasal 40 ayat (3) huruf b PP 36/2021 menyatakan:
“Pekerja/Buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan.”
Tidak hanya dalam Pasal 40 ayat (3) huruf B PP 36/2021, Pasal 81 ayat (1) UU 13/2003 pun memperbolehkan pekerja wanita yang sedang mengalami haid pada hari pertama dan kedua yang merasakan sakit untuk mengambil cuti keperluan khusus. Akan tetapi dalam Pasal 81 ayat (2) cuti haid tersebut diatur dalam perjanjian kerja, PP atau PKB. Lalu apakah saat mengambil cuti haid pekerja perempuan nantinya tidak dibayar? Dalam hal ini Pasal 93 ayat (1) huruf b UU 13/2003 menyebutkan pengusaha wajib membayar upah bagi karyawan perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan.
Pekerja perempuan yang mengambil cuti haid harus memberitahukan kepada perusahaan jika akan menggunakan hak cuti haidnya agar tidak ada masalah terkait dengan kehadiran atau produktivitasnya.
Pada kenyataan, masih banyak perusahaan yang tidak memberikan cuti haid bagi karyawan perempuannya dengan dalih pasal 81 ayat (2) UU 13/2003 yang mengatakan bahwa cuti haid diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Hal ini bisa diterjemahkkan bahwa perusahaan enggan memberikan hak dasar pekerja perempuan berupa cuti haid dan terkesan membuat sebagian perempuan ribet untuk mengurus administrasi pengajuan cuti.Sakit saat haid adalah hal yang normal karena terjadi peluruhan sel telur setelah tidak adanya pembuahan serta terjadi karena kontraksi otot rahim. Kontraksi inilah yang bisa menyebabkan rasa sakit diperut bagian bawah, punggung atau paha.
Pekerja perempuan yang hendak mengajukan cuti haid harus dibebankan dengan surat keterangan sakit dari dokter, padahal saat terjadinya nyeri haid, untuk berjalan pun sulit. Beban seperti inilah yang menjadikan pekerja perempuan memilih untuk berpikir berkali-kali untuk menggunakan cuti haid sehingga akhirnya banyak dari pekerja perempuan yang tidak menggunakan hak cuti haid-nya dan tetap melakukan pekerjaannya dengan merasakan sakit pada perut bagian bawahnya.
Referensi:
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan