Narkotika menjadi kejahatan khusus yang dialami oleh hampir seluruh negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Kejahatan penyalahgunaan narkotika merupakan kejahatan serius karena dampak yang ditimbulkan serta mampu membuat kejahatan baru seperti pencurian atau penipuan bagi pecandu yang sudah kehabisan obat. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika merupakan salah satu upaya Pemerintah Indonesia guna memberantas penggunaan narkotika yang ada di Indonesia.
Badan Narkotika Nasional (BNN) adalah badan yang dibuat oleh pemerintah guna keperluan pencegahan, pengawasan, penanganan perkara narkotika dan rehabilitasi penyalahguna penggunaan narkotika yang sudah kecandungan yang bekerja sama dengan lembaga lain.
Pengguna narkotika yang sudah kecanduan atau adiksi membutuhkan perlakuan khusus, yakni dengan mendapatkan perawatan dan perlindungan. Akan tetapi upaya tersebut tidak selalu berjalan mulus. Seseorang yang kedapatan memiliki dan menyimpan narkotika meski tidak mengonsumsinya saat dilakukan penangkapan oleh penyidik pada dasarnya dikenai ancama pidana Pasal 112 ayat (1) UU No. 35/2009 tentang Narkotika yang berbunyi “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit 800 juta rupiah dan paling banyak 8 miliar rupiah.”
Untuk mengetahui seseorang yang menjadi tersangka perkara narkotika merupakan pengedar, pengonsumsi ataupun hanya menyimpan untuk keperluan lain walau tidak mengonsumsi adalah dengan menggunakan tes urine. Tes urine merupakan tes dasar bagi tersangka dalam dugaan tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh Penyidik dan Penyidik BNN. Untuk mengetahui kandungan narkotika didalam tubuh seseorang, selain menggunakan tes urine terdapat tes lain seperti tes darah, tes rambut, saliva (air liur), dan tes bagian tubuh lainnya yang dilakukan berdasarkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat membuktikan ada tidaknya kandungan narkotika dalam tubuh seseorang.
Dalam UU Narkotika tidak diatur secara spesifik mengenai tes urine, namun tes urine ini memiliki tujuan sebagai bukti permulaan ada tidaknya kandungan narkotika dalam tubuh seseorang yang ditangkap akibat penyalahgunaan narkotika. Namun dalam prakteknya, seringkali penyidik memaksakan hasil tes urine kepada tersangka penyalahgunaan narkotika sehingga banyak tersangka yang menolak melakukan tes urine. Penolakan tersangka terhadap tes urine ini akan merugikan tersangka itu sendiri karena tes urine merupakan tahap awal tersangka dapat dinyatakan sebagai penyalahguna narkotika atau tidak. Penolakan terhadap tes urine bagi tersangka tindak pidana penyalahgunaan narkotika juga dapat dianggap sebagai upaya menghalangi proses hukum atau bahkan memperkuat kecurigaan terhadap tersangka tersebut.
Referensi:
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Edy Kastro, “Akibat Hukum Apabila Tersangka Menolak Untuk Tes Urine Dalam Penyidikan Tindak Pidana Narkotika Terkait Dengan Hak Asasi Tersangka,” Varia Hukum, Edisi No. XXXIX